animasi bergerak gif
My Widget

cerpen

cerpen

TASBIH PUTIH
Senja disore itu aku terdiam didepan pintu kamar asramaku, matahari yang mulai menyembunyikan sinarnya menambah keindahan di senja itu. “Kriiiiing...kriiingg....kriingg” tiba tiba handphonku berbunyi membuat ku tersentak dari lamuanku.
 “Assalamu’alaikum?” sapaku. “Wa’alaikum salam... bagaimana kabarmu?”
jawab si penelpon
 “Alhamdulilllah baik.. dengan siapa saya berbicara?” tanyaku
 “apakah kamu lupa dengan suaraku?? Jika memang begitu kamu sungguh tega...” tanya si penelpon dengan nada yang  kecewa
 “maaf ini siapa?? kamu saudara saya?” tanya ku
 “ternyata benar kamu telah melupakanku?? Aku  Raffa”.
 Aku tersentak kaget mendengar nama itu. Dia adalah orang yang selama ini aku rindukan, orang yang pernah ada dalam hari hari ku, dia orang  yang sangat sulit  aku lupakan. “ Ya alloh diaa... mengapa dia hadir disaat aku benar benar ingin melupakannya” suara hatiku.
 ”halloo... apa kamu masih disana??”,
”ii...iya haloo..” jawabku terbata bata
“aku tak percaya kamu sudah lupa dengan suaraku, apa karena sekarang kamu dengan dia hingga kamu melupakan aku??” tanyanya dengan nada sedikit di naikan
Memang saat ini aku sedang dekat dengan saudaranya yang telah lama aku anggap sebagai kakak ku sendiri dia bernama  Rahman. Tapi semakin jauh hubungan  kami semakin dekat, dan akupun tau bagaimana perasaannya terhadapku.
” Ooohh.. tidak bukan demikian,  maaf  bukannya aku seperti itu, tapii..” jelasku
”tapi kenapa?? Karena kamu tak ingin kenal dengan ku lagi??”
” Bukan..bukan begitu” jawabku.
 Sore itu kami terlibat pembicaraan yang panjang sehingga kami tidak sadar bahwa sebentar lagi adzan  maghrib berkumandang. Kami pun segera mengakhiri pembicaraan kami.” Wa’alaikum salam..” akhir ucapanku.
Adzan maghrib pun berkumandang segera aku ambil wudlu dan segera melaksanakn shalat maghrib sendiri , kebetulan pengajian sudah libur setelah ulangan tiga hari yang lalu. Selesai shalat aku berdo’a, tanpa terasa mukena yang aku pakai basah karena air mataku. “robbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah wakina adabannar” ku akhiri  do’a ku. Tiba tiba huuuuppp... lampu yang menyinari kamar asramaku mati. Segera aku ambil lilin di lemari ku dan nyalakan lilin itu. Aku terdiam memandangi lilin yang menerangi sudut kamarku.
“Kriiing...kringg...kriiing...” handphon ku berbunyi memecah kesunyian di tengah gelapnya malam.
 “Assalamu’alaikum...” ku dengar suara jauh disana
 “Wa’alaikum salam..” jawabku. “kamu sudah shalat??”,
 ”alhamdulillah sudah..” jelasku
“Rasanya sudah lama kita tidak berbicara seperti ini?”
“Ya... benar, bagaimana kabarmu?” tanyaku
“alhamdulillah baik.. ada yang ingin aku tanyakan padamu, Kenapa akhir akhir ini sikapmu berubah padaku?” tanyanya.
“maaf... mungkin itu hanya perasaan mu saja” jawabku dengan nada melemah
“tidak, ini bukan hanya  perasaan saya saja. Tapi memang benar sekarang kamu berubah. Kenapa? Saya minta penjelasan mu!”
“tidak ada yang harus di jelaskan antara kita, semuanya sudah jelas, saya tidak mau mengganggu hubunga mu dengan sahabatku” jelasku
Ya saat ini dia sedang dekat dengan sahabatku, bahkan aku anggap dia adik ku sendiri, dia Meyda.
“ooohh.. jadi karena itu kamu menjauhi ku ,apa kamu tau bagaimana sakitnya perasaan saya selama kamu menjauhi saya. Kamu tidak tau kan??”
Aku tak bisa berkata kata lagi, hanya air mata yang mampu menjawabnya.
“kenapa kamu diam?? Asal kamu tau bagaimana perasaanku saat kamu menjauhiku, aku selalu memikirkan kamu sampai sampai aku jatuh sakit. Selama ini aku selalu berusaha menyembunyikan perasaan sedihku, kenapa? Karena aku tidak ingin kamu tau aku sedih”
“lalu kenapa kamu memikirkanku? aku tidak pernah menyuruh kamu memikirkanku..” ucapku  tak kuasa menahan tangis.
“Kamu tega yach berkata seperti itu. Apa kamu benar tidak tau atau pura pura tidak tau? Aku masih menyayangimu Annisa”
Aku tersentak mendengar kata itu, air mataku semakin tak dapat aku tahan. Aku terdiam mendengarkan ucapan ucapan yang ia lontarkan.
“Seandainya dulu kamu tak pernah memutuskanku, mungkin saat ini kita masih bersama dan bahagia” ucapnya.
“Sudaaaaahh.. aku mohon sudah,, kamu jangan berbicara lagi” jelasku sambil tersedu sedu menahan tangis.
“Kenapa??  Kenapa Nis??”
“Aku sudah melupakanmu semenjak kita putus..” ucapku keras
“Aku tidak percaya itu, kamu bohongkan???” timpalnya.
“Seandainya saja kamu tau apa yang saya rasakan, saya juga masih menyayangimu, tapi maafkan aku, aku tidak bisa. Kamu millik sahabatku” gerutu hatiku yang menangis.
“Nis aku mohon kamu jujur dengan perasaanmu, aku pernah mengatakan padamu kita harus jujur dengan perasaan kita. Apa kamu ingat itu???”
“Iya aku ingat itu, tapi mungkin ini yang terbaik untuk semuanya”
Aku tak bisa mengatakan semua perasaanku, aku takut menyakiti perasaan Meyda. Maafkan aku Raffa

***
Pagi itu aku dengan semangat segera bersiap siap pergi ke sekolah untuk mengikuti kegiatan pekan olahraga yang diadakan setelah UAS. Tiba tiba didepan pintu aku berpapasan dengan Raffa dan Meyda, mereka sedang mengobrol. Aku tersentak kaget dan segera keluar.
“Nis..???” sapa Raffa.
“Iya.. permisi” jawabku tak menolehnya.
“Mau kemana kak???” tanya meyda tersenyum
“Emmm... kakak  mau liat mading mey.. ya udah permisi yach” jawabku.
Aku segera pergi meninggalkan Raffa dan Meyda. Aku berusaha menyembunyikan sedihku, aku pergi dengan teman temanku ke kelas R1 untuk sekedar main main, maklum pas ulangan kami tidak dapat bercanda canda karena kelas kami terpisah. Aku begitu asiknya main main dengan semua anak anak kelas R1 hingga aku lupa dengan kejadian tadi pagi. Tiba tiba seorang temanku mengajak kami semua untuk ke lapangan katanya disana sedang ada lomba voly ball
“Hey.. ke  lapangan yuk! Katanya sich ada yang mau voly ball” ajak temanku
“yuk..yuk...”serempak semua anak R1
Kami pun segera pergi kelapangan sambil bercanda canda. sesampainya di lapangan raut wajahku yang aslnya tersenyum tiba tiba menjadi  menekuk. Ternyata yang sedang main di lapangan itu timnya Raffa. Aku teringat saat pekan olahraga tahun lalu dia masih bisa aku beri semangat, tapi sekarang aku hanya bisa melihatnya saja.
“Hey kak.. kenapa melamun???” tanya meyda sambil menghampiriku
“He.heyy.. akh enggak.... tuh pacar kamu lagi main, kasih semangatnya donk” ucapanku ragu.
“akh kakak bisa aja..” jawabnya dengan senyum lesung di pipinya.
“Raffaa.. ayo kamu pasti menang......”teriak meyda.
“Mey kakak pergi dulu yach!”
“mau kemana kak? Kan voly nya belum selesai” tanya meyda
“kakak mau ke atas dulu.. ada yang ketinggalan.. daaahh” ku lambaikan tanganku.
Aku tak dapat membohongi diri sendiri, aku masih menyimpan perasaan itu. Apa yang harus aku lakukan. Ku dengar adzan dzuhur berkumandang dari mesjid sekolah aku segera mengambil wudlu dam melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah di mesjid. Seusai shalat aku berdo’a, aku berdo’a seperti biasanya namun ada yang aku tambahkan aku memohon agar aku bisa melupakan Raffa dan aku mohon agar aku bisa bahagia melihat dia dengan sahabatku ku akhiri do’aku dengan membaca surat al-fatihah.
Ku lipat mukena merah yang ku pakai dan segera aku keluar dari mesjid. Aku berjalan tertunduk menyemmbunyikan raut wajah sedih ku. Tiba tiba ada yang berbisik “maafkan aku...”suaranya lirih. Setengah tak sadar aku mendengarnya, aku tengok ke arah suara itu dan yang aku lihat adalah laki-laki yang memakai baju olahraga biru, dia membalikan badannya dan menyodorkan dan tangannya ternyata yang berbisik itu adalah Raffa.
 “maafkan aku.. bisa kita jadi sahabat???” tanyanya dengan senyum manis yang dulu sering dia beri untuk ku.
“Iya.....” aku tertunduk tak kuasa menahan kesedihan ku.
“simpan ini sebagai tanda aku pernah memiliki hati mu..”
Raffa memberikan tasbih berwarna putih yang berkilauan. Aku terima tasbih itu dan aku simpan tasbih itu sampai saat ini. Kini aku telah bersama dengan Rahman.
Akan ku simpan perasaanku bersama tasbih putih ini selamanya sampai nanti kita bertemu di alam keabadian.
Meskipun kita tak dapat saling memiliki tapi hati kami telah saling terikat satu sama lain.

Categories:

One Response so far.

Leave a Reply